Senin, 15 Desember 2014

CONTOH FORMAT SURAT KUASA

SURAT KUASA
POWER OF ATTORNEY LETTER

Yang bertanda tangan di bawah ini        :
The hereundersigned                              :
Nama/Name                                           :
ID Card/Pasport/Passport Number        :                       
Kebangsaan/Nationality                        :
Jabatan/Pekerjaan/Occupation  : 
Alamat/Address                                    :
                                                             
                                                             
Dengan ini memberikan kuasa kepada   :
Hereby to give the power to                  :
Nama/Name                                         : 
Kebangsaan/Nationality                        : 
Alamat /Address                                  : 
Pekerjaan/Occupation                          :
                                                              
--------------------------------------------KHUSUS/ESPECIALLY-----------------------------------------
-         Untuk bertindak mewakili pemberi kuasa guna mengajukan gugatan perkara melawan .... Semarang selaku Tergugat atas diterbitkannya Surat Keputusan No…… tentang pembongkaran rumah milik Penggugat di ........ Semarang (To act for and on behalf of the Giver of the attorney power to apply for a sue against the Major of Semarang Regency  as defendant because the issuance of a Decree No…… of destruction of a building owned by the Plaintiff in Jalan Kanguru Raya No.4  ):
-         Untuk maksud tersebut, Penerima Kuasa diberi hak dan wewenang untuk melakukan semua tindakan hukum demi dapat terselesaikannya pekerjaan ini ( For this purpose the Receiver of the power of attorney has been entitled to manage everything in a legal way for the benefit of the giver of the power of attorney);
-         Demikian surat kuasa ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya (This power of attorney letter has been made in a proper way for a legal use)



                                                                                    Semarang, ...

  Penerima Kuasa,                                                        Pemberi Kuasa,
  The Receiver of The Power of Attorney,                     The Giver of The Power of Attorney


                                                                                             6000


(                                                       )                                (   ------------------------------------ )


AMICUS CURIAE

Amicus curiae adalah friends of the court atau “sahabat pengadilan”, dimana, pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan. Miriam Webster Dictionary memberikan definisi amicus curiae sebagai “one (as a professional person or organization) that is not a party to particular litigation but that is permitted by the court to advise it in respect to some matter of law that directly affects the case in question”.
Dengan demikian, amicus curiae disampaikan oleh seseorang yang tertarik dalam mempengaruhi hasil dari aksi, tetapi bukan merupakan pihak yang terlibat dalam suatu sengketa ; seorang penasihat kepada pengadilan pada beberapa masalah hukum yang bukan merupakan pihak untuk kasus yang biasanya seseorang yang ingin mempengaruhi hasil perkara yang melibatkan masyarakat luas. Dalam tradisi common law, mekanisme amicus curiae pertama kali diperkenalkan pada abad-14. Selanjutnya pada abad ke-17 dan 18, partisipasi dalam amicus curiae secara luas tercatat dalam All England Report. Dari laporan ini diketahui beberapa gambaran berkaitan dengan amicus curiae :

1. fungsi utama amicus curiae adalah untuk mengklarifikasi isu-isu faktual, menjelaskan isu-isu hukum dan mewakili kelompok-kelompok tertentu;
2. amicus curiae, berkaitan dengan fakta-fakta dan isu-isu hukum, tidak harus dibuat oleh seorang pengacara (lawyer);
3. amicus curiae, tidak berhubungan penggugat atau tergugat, namun memiliki kepentingan dalam suatu kasus;
4. izin untuk berpartisipasi sebagai amicus curiae
Di Amerika Serikat, sebelum terjadinya kasus Green v. Biddle pada awal abad ke-19, lama sekali pengadilan menolak untuk memperbolehkan partisipasi amicus curiae dalam proses peradilan. Namun, sejak awal abad 20 amicus curiae memainkan memainkan peranan penting dalam kasus-kasus hak sipil dan aborsi. Bahkan, dalam studi yang dilakukan tahun 1998, amicus curiae, telah berpartisipasi dalam lebih dari 90 persen kasus-kasus yang masuk ke Mahkamah Agung.


KONSEP HUKUM RESPONSIF

Nonet dan Selznick memberikan perhatian khusus pada variabel-variabel yang berkaitan dengan hukum, yaitu : peranan paksaan dalam hukum, hubungan antara hukum dengan politik, hubungan antara hukum dengan negara, hubungan antara hukum dengan tatanan moral, tempat aturan-aturan diskresi dan tujuan dalam keputusan-keputusan hukum, partisipasi warga negara, legitimasi dan kondisi-kondisi kepatuhan terhadap hukum. Tiap-tiap variabel ini berbeda jika konteksnya berubah. Dalam hubungan ini Nonet dan Selznick mengajukan suatu teori yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sistematik dalam hukum dan konfigurasi-konfigurasi khusus di mana hubungan-hubungan dalam hukum itu terjadi. Mereka membedakan tiga keadaan dasar mengenai hukum dalam masyarakat, yaitu:

1.    Hukum Represif, yaitu hukum sebagai alat kekuasaan represif.
2. Hukum Otonom, yaitu hukum sebagai suatu pranata yang mampu menetralisir  represi dan melindungi integritas hukum itu sendiri.
3.    Hukum Responsif, yaitu hukum sebagai suatu sarana respons terhadap ketentuan-ketentuan sosial dan aspirasi-aspirasi masyarakat.


Hukum Represif. 
Hukum ini secara khusus bertujuan untuk mempertahankan status-quo penguasa yang kerapkali dikemukakan dengan dalih untuk menjamin ketertiban. Aturan-aturan hukum represif bersifat keras dan terperinci, akan tetapi lunak dalam mengikat para pembuatnya sendiri. Hukum tunduk pada politik kekuasaan, tuntutan untuk mematuhi hukum bersifat mutlak dan ketidakpatuhan dianggap sebagai suatu penyimpangan, sedangkan kritik terhadap penguasa dianggap sebagai suatu ketidaksetiaan.

Hukum Otonom. 
Sebagai reaksi dari hukum represif dan untuk membatasi kesewenang-wenangan penguasa, timbulah hukum otonom. Hukum otonom tidak mempermasalahkan dominasi kekuasaan dalam orde yang ada maupun orde yang hendak dicapai. Hukum otonom merupakan model hukum “the rule of  law”. Legitimasi hukum otonom terletak pada kebenaran prosedural  hukum, bebas dari pengaruh politik sehingga terdapat pemisahan kekuasaan, kesempatan untuk berpartisipasi dibatasi oleh tata cara yang sudah mapan. Pada  waktu ini terlihat dalam berbagai lapangan hidup,  timbulnya reaksi-reaksi terhadap hukum yang otonom ini, yaitu dalam bentuk kritik terhadap rasa puas yang bersifat dogmatis terhadap kekakuan legislatif dan terhadap kecenderungan-kecenderungan yuridis yang asing terhadap dunia kehidupan umum yang nyata.

Hukum Responsif
Dalam berbagai lapangan hidup timbul keinginan untuk mencapai hukum responsif yang bersifat
terbuka terhadap perubahan-perubahan masyarakat dengan maksud untuk mengabdi pada usaha meringankan beban kehidupan sosial dan mencapai sasaran-sasaran kebijakan sosial seperti keadilan sosial, emansipasi kelompok-kelompok sosial yang dikesampingkan dan ditelantarkan serta perlindungan terhadap lingkungan hidup.   

Dalam  konsep hukum responsif ditekankan pentingnya makna sasaran kebijakan dan penjabaran yuridis dan reaksi kebijakan serta pentingnya partisipasi kelompok-kelompok dan pribadi-pribadi yang terlibat dalam penentuan kebijakan. Nonet dan Selznick tidak bermaksud bahwa penggunaan hukum merupakan alat untuk mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan secara sewenang-wenang, tetapi hukum yang mengarahkan pada perwujudan nilai-nilai yang terkandung dalam cita-cita dan kehendak yuridis dari seluruh masyarakat. Nilai-nilai ini bukan hal yang telah menjadi kebijakan pemerintah, tetapi nilai-nilai ini harus tercemin secara jelas di dalam praktik penggunaan dan pelaksanaan hukum, sehingga dalam penghayatannya nilai-nilai ini mampu untuk memberikan arah pada kehidupan politik dan hukum.  

Teori Struktur Fungsi, Teori Konflik, dan Teori Pertukaran Sosial

TEORI STRUKTUR FUNGSI

        Para ahli sosiologi abad  XIX seperti Auguste Comte (1798 – 1857) dan Hebert Spencer (1820 – 1903) terkesan oleh persamaan yang mereka amati di antara organisme biologi dengan kehidupan sosial. Spencer pada khususnya tergerak untuk menyatakan bahwa “masyarakat itu laksana  suatu organisme” (Turner, 1974: 16). Inti perspektif ini ialah faham mengenai suatu system – suatu kompleks unsur atau komponen yang saling berhubungan secara sedikit banyak seimbang dalam suatu jangka waktu tertentu.
        Institusi-institusi dipandang oleh para ahli sosiologi sebagai analog dengan organ. Struktur-struktur sosial ini memenuhi kebutuhan utama yang perlu untuk kelanjutan hidup dan pemeliharaan masyarakat. Sesungguhnya, para ahli sosiologi biasanya mengklasifikasi institusi menurut fungsi utama yang dijalankannya: institusi perekonomian difokuskan pada produksi dan distribusi barang dan jasa; institusi keluarga: pembiakan, sosialisasi, pemeliharaan, dan penempatan anak pada posisi tertentu: institusi politik: perlindungan warga Negara terhadap warga lain dan terhadap musuh asing; institusi agama: peningkatan solidaritas dan konsensus nasional; dan institusi pendidikan: penyampaian warisan budaya dari suatu generasi ke generasi berikutnya.
        Oleh karena para ahli sosiologi dari aliran pemikiran ini memfokuskan perhatian utama mereka pada struktur-struktur serta fungsi-fungsinya, maka suut pandangan tersebut dinamakan teori struktur fungsi. Teori ini sangat terkenal pada dasawarsa 1940-an, 1950-an, awal 1960-an, dan dikaitkan dengan para ahli sosiologi seperti Talcott Parsons (1937; 1951; 1966; 1971), Kingsley Davis (1949), dan Robert K. Merton (1968).


TEORI KONFLIK
       Dalam kehidupan sosial terdapat beberapa hal yang ditetapkan sebagai “barang” (good) yang langka dan dapat dibagi-bagikan, sehingga semakin banyak suatu pihak memperoleh barang tersebut, semakin sedikit barang itu tersedia bagi orang lain. Kekayaan, kekuasaan, status, dan kekuasaan atas wilayah merupakan contoh mengenai hal ini. Manusia secara khas berusaha untuk lebih banyak memperoleh apa yang mereka tetapkan sebagai sesuatu yang berharga atau dikehendaki. Di mana dua kelompok manusia menganggap diri mereka mempunyai hak khusus dan sah atas hal-hal tertentu yang menyenangkan sehingga masing-masing hanya dapat mencapai apa yang ditetapkan
Sebagai hasil yang sah dengan cara merugikan orang lain, maka biasanya terjadi konflik.
Konflik berarti suatu pertentangan mengenai nilai atau tuntutan hak atas kekayaan, kekuasaan, status, atau wilayah tempat pihak yang saling berhadapan bertujuan untuk menetralkan, merugikan, atau pun menyisihkan lawan mereka.
       Mungkin pengungkapan yang diajukan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels di dalam Communist Manifesto (1848) merupakan pengungkapan yang paling terkenal mengenai suatu pendekatan konflik. Dalam bahasa yang bernada keras dan jelas mereka menyatakan bahwa cirri utama kehidupan sosial ialah perjuangan kelas. Menurut  Marx dan Engels, kelas yang berkuasa dalam suatu masyarakat memperoleh posisinya atas dasar pemilikan dan pengendalian alat produksi (sumber penting bagi manusia untuk memperoleh nafkah mereka). Melalui mengendalikan alat produksi, kelas yang berkuasa berusaha menempatkan dirinya di antara orang lain dan sarana yang digunakan orang lain untuk memenuhi keperluan biologis dan sosialnya. Melalui  cara ini    masyarakat  peka dan mudah terpengaruh oleh keinginan dan perintahnya. Kelas berkuasa ini menguasai seluruh kehidupan moral dan intelektual suatu masyarakat sambil menjadikan pemerintah, hukum, militer, ilmu pengetahuan, agama dan pendidikan sebagai alat untuk menanamkan keuasaan serta hak istimewanya.


TEORI PERTUKARAN SOSIAL

Sebagian besar rasa kepuasan kita bersumber pada tindakan manusia lain. Kepuasan di dalam cinta, rangsangan intelektual, persahabatan, kebutuhan ekonomi, kesadaran mengenai pertumbuhan perlindungan terhadap penjahat – semuanya ini dan banyak tujuan lain dalam hidup manusia- hanya dapat dicapai dengan menggerakan orang lain agar berprilaku tertentu terhadap kita. Anggapan ini merupakan dasar teori pertukaran sosial . Teori ini berpandangan bahwa manusia mengatur hubungan dengan orang lain dengan cara semacam membuat pembukuan mental yang mencatat imbalan, biaya, dan laba.

Menurut teori ini, orang memasuki dan meneruskan pola interaksi dengan orang lain tertentu oleh karena mereka menganggap interaksi itu menguntungkan, apa pun yang menjadi alasanya. Tetapi dalam proses mencari imbalan, orang pasti memikul biaya. Biaya menunjuk pada pertimbangan negative (kewajiban, kelelahan, kebosanan, kecemasan, keprihatinan, dan seterusnya) atau pada unsur positif yang dikorbankan  dengan jalan tetap meneruskan hubungan. Keuntungan yang diperoleh dari pertukaran sosial menggambarkan perbedaan antara imbalan dengan biaya. Beberapa ahli sosiologi melihat tukar-menukar sosial sebagai suatu teori pilihan rasional  oleh karena individu nampak hanya meneruskan suatu hubungan sepanjang mereka menetapkannya sebagai hal yang lebih membawa imbalan daripada biaya..

TEORI INTERAKSIONISME SIMBOLIS

Suatu premis dasar sosiologi ialah bahwa manusia merupakan makhluk social; kita tidak dapat menjadi manusia secara tersendiri. Hal itu terjadi karena adanya komunikasi yaitu melalui suatu simbol. Simbol merupakan tindakan atau objek yang secara social telah dianggap mewakili sesuatu yang lain.
Herbert Mead mengemukakan bahwa manusia mengembangkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain melalui penggunaan symbol yang dimiliki bersama. Melalui smbol itu, manusia memberikan makna   pada kegiatan mereka; mereka menjelaskan situasi dan menafsirkan perilaku. Orang membentuk perspektif melalui suatu proses  sosial yang di dalamnya mereka saling menjelaskan sesuatu. Di pihak lain, mereka saling bertindak dan mengubah tindakan mereka melalui makna yang mempunyai asal-usul sosial.

Menurut Mead, simbol khususnya bahasa, tidak hanya memungkinkan manusia manusia untuk saling berkomunikasi, tetapi symbol merupakan alat untuk berpikir. Kita melaksanakan suatu percakapan interen dengan diri kita sendiri. Kita bercakap-cakap dan menjwab diri kita sendiri dengan cara yang kira-kira sama dengan cara kita bercakap-cakap dengan orang lain. Kita misalnya bertanya pada diri kita sendiri : “ Jika saya akan memperoleh tanggapan tertentu dari orang lain, maka apa yang harus saya lakukan agar berhasil ?Kita menyapa diri kita sendiri dan menanggapi tegur sapa tersebut. Melalui cara ini kita mencocokkan tindakan kita dengan tindakan orang lain, merencanakan, menguji, menunda, dan mengubah perilaku kita sebagai tanggapan terhadap perilaku mereka.  
(Kamanto Sunarto.1985.Pengantar Sosiologi.Yayasan Obor Mas : Jakarta)